
Entah cerita ini benar atau tidak, dan saya tidak bisa mempertanggungjawabkannya, pada sebuah kelas pendidikan pemberantasan buta huruf yang diisi berbagai macam orang dewasa dengan beragam latar belakang di sebuah pojokan kota Jakarta, pernah terjadi sebuah dialog menarik. Ketika guru bertanya satu tambah satu sama dengan berapa, jawaban siswanya amat beragam. Yang pertama langsung menjawab adalah murid dari Batak, dengan jawaban jelas dan tegas: dua! Murid-murid asli Jawa yang terkenal santun dan lues, setelah mengerutkan dahi tanda serius dan menghargai gurunya, mereka sepakat menjawab: bisa tiga...