Adobe Photoshop CS6

AYO DOWNLUT Adobe Photoshop CS6 Jon .

KASPERSKY KIS 2011

SOLUSI BUAT AMAN KOMPUTER DAN BROWSING DI INTENET.

Tube Mate

Download video Youtube menggunakan Android.

Antivirus terbaik 2013

10 Antivirus terbaik 2013 yang beredar di internet.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 01 Oktober 2009

Matematika Cinta


Entah cerita ini benar atau tidak, dan saya tidak bisa mempertanggungjawabkannya, pada sebuah kelas pendidikan pemberantasan buta huruf yang diisi berbagai macam orang dewasa dengan beragam latar belakang di sebuah pojokan kota Jakarta, pernah terjadi sebuah dialog menarik. Ketika guru bertanya satu tambah satu sama dengan berapa, jawaban siswanya amat beragam. Yang pertama langsung menjawab adalah murid dari Batak, dengan jawaban jelas dan tegas: dua! Murid-murid asli Jawa yang terkenal santun dan lues, setelah mengerutkan dahi tanda serius dan menghargai gurunya, mereka sepakat menjawab: bisa tiga kurang satu, bisa juga empat dikurangi dua. Sahabat dari Sunda juga menjawab sopan: kumaha Bapa Wae. Dan yang memperoleh perhatian paling banyak adalah jawaban rekan dari Padang. Mereka menyebut bahwa satu tambah satu sama dengan tiga. Ketika ditanya balik alasannya, serempak mereka menjawab: kalau satu tambah satu sama dengan dua, artinya pulang modal. Jadi, mesti ada untung sekurang-kurangnya satu! Itulah matematika realita yang penuh dinamika. Bukan matematika ala sekolahan yang membuat semuanya serba steril, serta kurang dinamika. Dan Andapun bebas memilih matematika yang mana, entah matematika realita, atau matematika sekolahan. Tidak ada pilihan yang selalu lebih baik, selalu tepat, apa lagi selalu benar. Semuanya senantiasa dibingkai keterbatasan seperti ruang dan waktu. Serupa dengan matematika realita tadi, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) kalau boleh jujur sebenarnya juga penuh dinamika. Ada juga yang mensterilkan iptek, namun sebagai sebuah kendaraan kehidupan, sulit diingkari kalau manusia tidak saja mengelola iptek, tetapi iptek juga mengelola kita manusia. Seperti berada dalam lingkaran dialektis yang tidak mengenal henti, demikianlah nasib manusia dan iptek. Studi-studi bagaimana manusia mempengaruhi iptek ada segudang. Sayangnya, studi-studi sebaliknya, bagaimana teknologi juga sedang membuat manusia secara meyakinkan, hanya tersedia dalam bentuk terbatas. Dalam keadaan demikian, bisa dimaklumi kalau sering kali kita hanya bisa terkejut, terbengong-bengong tidak mengerti kenapa kita bisa sampai di sini. Sebut saja teknologi SMS sebagai sebuah contoh, hampir seluruh interaksi manusia - bahkan sampai ke orang desa yang mengenal HP - berubah karena teknologi terakhir. Rapat melalui SMS, bukankah tidak terbayangkan sebelumnya? Revolusi menjatuhkan sebuah rezim di Pilipina juga bersenjatakan SMS. Bahkan orang selingkuhpun sekarang banyak menggunakan SMS. Kalau logis tidaknya sebuah perkembangan dicarikan basis legitimasinya di masa lalu (baca: empirical basis sebagai satu-satunya basis logika manusia modern) maka tentu saja teknologi SMS ini tidak logis. Namun seberapa tidak logispun dia, tetap sedang menghadirkan perubahan revolusioner. Dalam cahaya kejernihan seperti ini, mungkin sudah saatnya memikirkan konstruksi iptek yang hanya berdiri di atas fundamen-fundamen empirik semata. Ada fundamen lain yang juga layak untuk direnungkan kembali. Dalam proses pencaharian fundamen-fundamen lain ini, tiba-tiba saja saya dan sebagian publik dihentakkan oleh kisah film Beautiful Mind yang memperoleh delapan academy award - kalau tidak salah. Film ini memang berkisah tentang seorang matematikawan brilian yang bernama John Nash. Demikian cintanya ia akan matematika, sampai-sampai kehidupan sosialnya terbengkalaikan. Dan jadilah ia manusia yang aneh dalam ukuran kebanyakan orang. Teorinya yang disebut governing dynamics memang menghebohkan dan amat berpengaruh. Tetapi sebagaimana karya besar yang kerap juga menuntut harga besar, hal yang sama juga terjadi dalam kehidupan John Nash. Ia mengalami kehidupan yang amat berbeda dengan orang kebanyakan. Bahkan terpaksa harus dibawa ke rumah sakit gangguan jiwa. Bertahun-tahun harus mengalami perawatan yang membuat keluarganya demikian menderita. Penyembuhannyapun melalui pengorbanan keluarga dan kerabat dekat yang biayanya tidak kecil. Namun, cerita ini berakhir mengagumkan. John Nash memperoleh hadiah nobel karena teori governing dynamics-nya. Dan dalam pidatonya yang mengagumkan, ia menyebut kalimat yang kurang lebih berbunyi begini: "Di luar realita fisika dan metafisika, ada keseimbangan misterius cinta." Ya sekali lagi, keseimbangan misterius cinta, istilah asli John Nash adalah the mysterious balance of love. Saya mencoba menyebutnya dengan matematika cinta. Agak berbeda dengan banyak orang yang menyebut cinta sebatas dalam ruangan perasaan, ada ruangan cinta lain yang terlupakan: cinta juga sebuah kekuatan. Cinta istri John Nash adalah kekuatan besar yang ada di balik hidupnya yang mengagumkan. Contoh lain yang kerap saya pakai adalah sejarah India. Di tahun 1940-an salah satu tentara terkuat di dunia ketika itu adalah tentara Inggris. Namun, kendatipun memiliki jumlah tentara besar lengkap dengan persenjataannya yang juga besar, tentara Inggris harus ditarik mundur karena kekuatan cinta seorang manusia kurus kering, berbaju seadanya yang bernama Mahatma Gandhi. Ibu Theresa juga serupa, kendati setiap hari bergelut dengan orang-orang yang berpenyakit kusta, tidak pernah terdengar kalau beliau tertular penyakit yang sama. Ini menghadirkan pemahaman, cinta juga meningkatkan kekebalan tubuh. Buku Bernie Siegel (seorang dokter ahli bedah asli Amerika) dengan judul Love, Medicine and Miracle bercerita banyak sekali di ruangan cinta sebagai kekuatan. Sekaligus memberikan basis logika yang cukup meyakinkan. Dan masih ada lagi bukti lainnya. Aswin Wiryadi - seorang sahabat dekat yang menjadi direktur BCA - suatu hari mengirimkan SMS yang berbunyi begini. Pria pintar bertemu wanita pintar, kemungkinan hasilnya adalah romantika. Pria pintar bertemu wanita bodoh, hasilnya adalah selingkuh. Pria bodoh bertemu wanita pintar, ujung-ujungnya adalah pernikahan. Pria goblok bertemu wanita goblok, apa lagi akhir ceritanya kalau bukan kehamilan? Saya tidak tahu suasana psikologis Pak Aswin ketika mengirimkan SMS ini ke saya. Apakah ia sedang merangkai matematika cinta, atau ia sedang melucu, atau sedang menceritakan pengalamannya sendiri, sampai hari ini saya tidak pernah melakukan konfirmasi. Dan Andapun boleh menyimpulkan bebas, apakah matematika cinta yang menjadi judul tulisan ini ada kaitannya dengan SMS tadi, atau SMS tadi hanya mengada-ada, atau tulisan ini yang diada-adakan. Yang jelas, seorang sahabat dekat menyimpulkannya dengan sebuah senyuman: ada-ada saja! oleh ; Gede prama

......................The Owner bLOgGeR.............


Ada sebuah wilayah yang jarang ditelusuri ilmu pengetahuan, wilayah tersebut diberi sebutan kosong. Dalam matematika, ia diberi simbul angka nol. Dalam tataran wacana yang biasa, ia diidentikkan dengan ketiadaan. Sesuatu yang memang tidak ada, tidak bisa dijelaskan, tidak terlihat, apa lagi bisa diraba. Pokoknya, kosong itu berarti tidak ada. Agak berbeda dengan orang barat memandang kekosongan, orang timur mengenal istilah koan. Sebagaimana hakekat kosong yang tidak bisa dijelaskan, ide terakhir juga bersifat unexplainable. Ia mungkin hanya bisa ditanyakan. Pertanyaa koan yang paling terkenal berbunyi begini : bagaimanakah bunyi tepuk tangan yang hanya dilakukan oleh sebelah tangan ? Siapa saja akan mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan terakhir. Lebih-lebih kalau sumber jawaban yang dimiliki hanya bersumber pada logika-logika empiris. Sulit dibayangkan, ada seseorang atau sekumpulan orang yang pernah mendengar bunyi tepuk tangan yang hanya dilakukan sebelah tangan. Sama sulitnya dengan membuat nyata angka nol. Tanpa bermaksud menjawab pertanyaan terakhir, sekarang coba perhatikan cangkir, gelas, piring, rumah, lapangan sepak bola, sampai dengan alam semesta. Bukankah semua itu jadi berguna karena menyimpan ruang kosong. Sulit dibayangkan, bagaimana kita manusia bisa memetik guna dan manfaat dari cangkir, gelas, rumah dan lapangan sepak bola yang penuh. Apa lagi ruang kosong super besar yang menutup alam semesta. Andaikan ruang kosong terakhir tertutup benda yang memungkinkan kekosongan tadi lenyap, dari mana manusia menghirup udara ? Bukankah semua kehidupan akan mati percuma dan tiada guna ? Dalam bingkai-bingkai pertanyaan (bukan pernyataan) seperti ini, saya menjaga jarak terhadap sinyalemen matematika yang mengidentikkan kekosongan dengan angka nol yang berarti tiada. Kekosongan, setidaknya dalam bingkai pertanyaan di atas, memiliki arti, guna, serta manfaat yang tidak kalah dengan apa-apa yang sejauh ini disebut berisi. Bahkan, sebagaimana dicontohkan oleh lapangan sepak bola dan alam semesta di atas, kekosongan lebih ‘berisi’ dari apa-apa yang sejauh ini disebut dengan isi. Bahkan, dalam beberapa bukti (seperti udara yang bermukim di ruang kosong) kekosongan menghadirkan substansi manfaat yang lebih besar. Setelah dibuat berkerut sebentar oleh penjelasan di atas, mari kita bawa perdebatan tentang kekosongan terakhir ke dunia mind. Ilmu pengetahuan dan sekolah memang membuat mind jadi penuh dengan isi. Ada isi yang bernama fisika, matematika, statistika, manajemen dan masih banyak lagi yang lain. Dan berbeda dengan isi rumah, atau isi cangkir, isi mind memiliki pengaruh yang besar dalam hal bagaimana mata melihat dunia. Orang-orang yang tahu dan paham betul akan statistika, memiliki penglihatan berbeda dengan mereka yang awam akan statistika. Serupa dengan itu, sebagai orang yang lahir dan tumbuh di dunia manajemen, saya memiliki pandangan yang sering kali berbeda dengan sahabat-sahabat yang tidak pernah tumbuh di lahan manajemen. Hanya kedewasaan dan kearifan yang memungkinkan perbedaan terakhir kemudian bergerak maju ke dalam pengkayaan-pengkayaan. Sayangnya, tidak banyak yang memiliki kedewasaan dan kearifan terakhir. Sehingga jadilah fully occupied mind – baik karena penuh oleh pengetahuan, pengalaman, kepentingan maupun yang lain – tidak sebagai sumber dari banyak hal yang berisi. Sebaliknya, menjadi awal dari penghancuran-penghancuran yang tidak berguna dan berbahaya. Sebutlah wacana-wacana dikotomis benar-salah, sukses-gagal, sedih-gembira. Ia adalah hasil ikutan dari over intelectualizing yang dilakukan oleh kepala-kepala yang penuh dengan isi. Ia memang memenuhi banyak buku, jurnal, majalah, koran. Dan pada saat yang membuat semuanya jadi fully occupied. Sehingga tidak menyisakan sedikitpun ruang kosong wacana. Sebagai hasilnya, sudah mulai ada orang yang gerah kepanasan, bahkan ada yang mulai tidak bisa bernafas, dan pada akhirnya mati suri tanpa disadari. Satu spirit dengan kekosongan alam semesta yang memungkinkan manusia menghirup udara gratis, mungkin ada manfaatnya untuk menoleh pada unoccupied mind, unborn mind, atau apa yang kerap saya sebut dengan unschooled mind. Sebagaimana tubuh yang memerlukan udara segar, mind juga memerlukan kesegaran-kesegaran. Dan di titik ini, kekosongan adalah alternatif yang layak untuk direnungkan. Coba Anda perhatikan apa reaksi orang-orang kalau tiba-tiba di depannya ada mobil bergerak menuju dirinya. Entah orang kaya, orang miskin, orang desa, orang kota, orang tua maupun muda, beresponnya sama : lari atau melompat ketakutan. Saya kerap memperhatikan bunyi anak-anak menangis. Entah itu di Inggris, Australia, Prancis, Amerika atau Indonesia, tangisan bayi senantiasa sama. Ini hanya sebagian contoh dan bukti the unborn mind. Percaya atau tidak, dalam keadaan-keadaan tertentu, semua manusia bisa kembali ke sana, ke alam kosong yang penuh dengan isi. Ada orang yang takut memang pergi ke sana. Dan saya termasuk orang yang rajin bereksplorasi di sana. Mirip dengan alam pegunungan yang tidak terjamah manusia, di mana udaranya demikian segar dan menjernihkan, unborn mind juga serupa. Kesegaran, kejernihan dan kebeningan hadir dalam dunia kosong yang berisi. Paradoksnya, bukankah tulisan pendek ini juga penuh dengan isi ....The last,,,selamat Datang......di Nezadecyber.blogspot.com

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites